Tentang teori keranjang belanja

Di twitter beberapa hari lalu ada hal yang menarik perhatian, yaitu tentang shopping cart theory.

Image
pic from jared tweet
Image
pic from jared tweet

Browsing lebih lanjut ternyata dibahas juga di sini. Di artikel ini dijabarkan alasan-alasan dan 5 kategori pengguna troli belanja ini. Dari riset ini juga, ternyata ada banyak alasan seorang individu berperilaku demikian. Beberapa beralasan karena tidak dapat meninggalkan anak mereka sendirian di mobil, ada yang beranggapan ini adalah tugas orang lain, bahkan ada pula yang memang hanya malas.

Jadi teringat akhir pekan lalu, dan beberapa akhir pekan sebelumnya yang melihat langsung fenomena ini.

Sabtu siang di Kuningan City

Yang menarik dari artikel ini adalah paragraf terakhirnya

The world will likely not end because we aren’t returning our shopping carts—that would be an amazing butterfly effect—but it’s an example of a quality of life issue we can control. That guy who didn’t return his cart may not be a complete jerk. He may just be using the example set by others so he can get home a little more quickly. But if everyone does that, then we’re shifting the balance of what is acceptable, which may have greater ramifications to the social order. We have a greater influence over seemingly mundane situations than we realize.

Kembali melihat fenomena ini setelah kembali ke negeri sendiri merasa gemas tapi tak mampu berbuat banyak, hanya membantu mengembalikannya ke tempat yang setidaknya tidak menghalangi pandangan dan jalan.

Lagi-lagi kita memang butuh belajar hal yang selalu dilakukan warga negara yang saat ini sedang saya singgahi, mengembalikan semua ke tempat semula 😀

Apakah anda mengembalikan troli belanja ke tempat seharusnya ?

Leave a comment